`cursor

Senin, 13 Mei 2019

Rentang Quran Chapter 3


3
BERTEMU
          Sejak kejadian menyedihkan kemaren membuatku malas untuk bertegur sapa dengan Malik. Rasa sakit itu masih ada dalam diri aku. Aku sangat kesal sekali waktu itu hingga membuatku malas untuk berangkat ke sekolah. Akan tetapi bukan teman kamarku kalau mereka tidak iseng dan menarik selimutku untuk segra beranjak mandi dan berhenti bermalas-malasan. Meskipun mereka belum tahu permasalahannya apa tetapi mereka tau bahwa aku sedang sangat terpuruk waktu itu.
“Zita... bangun!!! Sudah jangan sedih lagi. Kan Allah sudah bilang sama kita la tahof wala tahzan innaAllaha maana. Ngapain coba bersedih-sedih gitu. Sudah sana mandi, eh kamu tau gak obat galau yang terapuh itu apa?” celoteh Ana kepadaku.
Aku yang sedari tadi masih berada di bawah selimut itu, menjawabnya dengan nada serak “Apa?” responku kepadanya.
“yah gimana sih kok gak tau!. Ya sudah karena gue kasihan ame lu, aku kasih tau. Sebenarnya nih ilmu mahal banget soalnya tidak dipelajari di sekolah, tapi gak apa buat teman aku yang terbaik ini aku kasih tau.” Celoteh Ana untuk yang kedua kalinya. Dia memang teman tercerewet se kamar tapi kalau tidak ada dia, kedisiplinan kita berkurang karena Ana yang selalu menegur kami jika kamar tidak bersih, atau tidak mandi. Hehe lucu kan teman-teman? Iya sebenarnya teman seperti ini nih yang limited edition. Sehingga tidak heran lagi kalau dia sangat disayangi oleh teman-teman kamar semua. kita memberikan panggilan kesayangan kepada dia yaitu “Emak Chayong”.
“Ah emak chayong lama banget ngasih jawabannya.” Ucap Desi salah satu teman aku juga yang penasaran dengan jawaban Ana.
“Eh, nih semua pada nungguin ya...” goda Ana sambil menaruh bedak tabur ke wajahnya. Saat itu teman-teman semua pada sibuk untuk siap-siap berangkat ke sekolah jam sudah menunjukkan jam 06;10 akan tetapi aku masih berada di atas tempat tidur.
“jawabannya adalah mandi. Zita hayo bangun mandi segera, ah kamu mah. Jangan kalah sama nafsu dong. Kamu wanita kuat kok. Yuk berjuang untuk masa depanmu. Ok!” sambil menarik bantal yang aku pakai dan melipat selimut yang mulai tergelatak dibawah karena terkena senggolan tangan Ana.
“oke-oke aku bangun emakku chayongg.” Aku sudah tak kuat dengan omelan Ana, segeralah aku beranjak dari tempat tidur mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.
Sesampainya di sekolah, jam 06.59 aku langsung duduk di tempat dudukku. Aku mearang diriku untuk menoleh ke kanan meskipun sepertinya aku merasa ada yang melihatku dari jauh. Aku ingin sekali bapak Ilham segera datang karena aku bingung mau ngapain. Jam 07.10 tiba-tiba ada kepala sekolah mendatangi kelas. Seketika kelas langsung diam. Beliau menyampaikan bahwa bapak Ilham hari ini tidak bisa masuk karena ada acara pertemuan dengan bapak bupati. Akhirnya setelah bapak kepala sekolah keluar, teman-teman kembali ramai lagi. Ada salah satu anak yang menutup pintu kelas dan juga mereka melakukan aktifitas sesuka mereka.
Saat itu aku kebingungan mau mengerjakan apa karena Nita teman sebangku aku sedang sakit tidak masuk sekolah hari itu. akhirnya aku memutuskan untuk membaca buku bahasa Inggris yang setiap hari aku bawa. Aku tak mengerti saat itu, tiba-tiba ada sebuah amplop surat terselip di dalamnya. Setelah beberapa detik aku mencoba mengingatnya kembali, ternyata itu surat yang dikasih oleh pak Amin kemaren kepadaku karena kejadian kemaren membuat aku lupa untuk mebaca surat itu.
Akhirnya aku berniat untuk membacanya. Setelah aku buka ternyata surat itu dari Malik. Aku semakin merasa aneh dan deg-degan saat itu. sebel bercampur penasaran menjadi satu dalam diriku. Seakan aku tak sanggup untuk membaca isi surat itu. akhirnya aku mengumpulkan niat dan aku langsung membacanya.

Assalamualaikum Zita...
Ini aku Malik, pasti kamu kagetkan kenapa surat ini yang ngasih pak Amin. Aku yakin kamu sekarang sedang berusaha membuat sebuah jalan cerita kamu sendiri mengenai sinopsis surat ini. ah tapi itu  gak penting. Yang terpenting adalah aku mau kamu kalau baca quran yang aku kasih jangan ingat aku ya.. ntar kamu keceplosan berbisik di dalam hatimu untuk jodoh sama aku. Hehe J
Intinya! Quran itu dibaca. Nah ini aku kasih tau. Kamu harus punya surah favorite. Kalau aku surah Ar-rahman karena itu kasih sayang. Kalau kamu tentukan sendiri ya. Jangan ikut-ikutan disamakan sama aku ntar kamu pengen sama aku terus J hhihi canda doang. Ok dah! Aku gak mau lihat kamu senyum-senyum sendirian baca surat ini. semoga barokah! Semoga menjadi hafdizah.
Wassalamualaikum Malik...
Seketika, aku melihat kearah Malik dan ternyata saat itu malik sedang melihat ke arahku namun dia segera melihat ke yang lain. Akupun merasa gengsi karena aku kan lagi marahan dan sebel sama dia. kalau ketahuan aku sedang membaca suratnya, pasti dia senang.. “Ah kok aku cerobo sekali sih!” bisikku dalam hati sambil memasukkan surat itu ke dalam saku tas.
          Aku segera pindah tempat ke pojok belakang khawatir Malik memperhatikan aku terus. Saat itu aku ingin sekali membuat Malik merasa bersalah. “refi, aku ke situ ya.” Ucapku kepada Refi. Refi menjawab dengan anggukan. Setelah itu, aku duduk bersama Refi, dia menanyakan keadaanku mengenai hal kemaren. Aku menjelaskannya panjang lebar kepadanya dan di saat aku sedang mendengarkan nasehat Refi dengan tidak sengaja aku melihat Malik pelongo-pelongo seperti mencari sesuatu ke arah bangkuku hingga pada akhirnya dia melihat ke arah bangku Refi dan melihatku kembali. Dengan tatapan sinis aku melihatnya dan segera memalingkan wajahku ke arah Refi.
          Ah sebenarnya hal itu tidak boleh. Memalingkan wajah itu dilarang oleh Allah di dalam Al-Quran sebagai teguran kepada nabi Muhamad. Akan tetapi ini aspeknya beda kalau aku memalingkan wajah karen abukan muhrim coy. Masa’ aku mau tatap-tatpan sama dia apalagi seseorang yang aku sebel banget sama dia. aku lega sekali, karena dengan membuat dia seperti itu aku sudah merasa melampiaskan kemarahanku kepadanya.
          Bel istirahatpun berbunyi. Saat itu aku malas keluar kelas karena banyak sekali anak-anak cowok yang berdiri di depan kelasku. Tiba-tiba malik berjalan menuju tempat dudukku. Aku yang telah menyadari akan kedatangan dia, akhirnyaaku pura-pura tidur dengan menaruh kepalaku di atas bangku dan menyilangkan tanganku sebagai bantal.
          “Hei Zita, Zita!. Ucap Malik kepadaku.
Akupun tetap dengan posisiku, aku gak mau menjawabnya hanya saja aku merasa tidak sopan jika aku tidak menghiraukannya. “Hem!” jawabku kepadanya dengan posisi yang sama.
          “Temui aku di perpustakaan ya!” pinta dia kepadaku.
          “Iya!”jawabku spontan
Ah bodoh sekali aku waktu itu. kenapa aku langsung mau dan menjawabnya “iya”. Itu seakan aku terkena hipnotis. Seharusnya kan aku tidak mau dan menolaknya. Kenapa aku saat itu langsung menyetujuinya. Ah aku gengsi banget tapi entahlah. Aku harus menepati janji. Setelah aku bilang iya Malik langsung keluar dari kelas. Aku gak mau menjadi pengecut, akhirnya aku mendatanginya. Sesapainya di perpustakaan, aku mencari dia. entah di mana dia yang membaca bukunya. “Ah banyak akting nih orang. ngapain bacanya sampai sembunyi seperti ini. padahal kan dia datang ke sini hanya karena dia mau bertemu denganku.” Omelku dalam hati sambil mengabsen satu-satu anak yang ada di sana.
          Hingga setelah satu menit aku ,mencari dia, akhirnya kita ketemu juga. dia duduk membaca buku dan aku berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanyaku kepadanya.
“Aku mau minta maaf yan kemaren.’ Ungkapnya kepadaku sambil tersenyum. “Iya!” jawabku dengan nada sedikit ketus, “Leh serius ini! ucap dia kembali sambi sedikit memperlihatkan giginya. “Iya gak apa!” jawabku dengan posisi yang sama berdiri di depannya sedangkan si Malik mendongkak ke atas. “Oh ya sudah! Itu aja” ucapnya kepadaku.. setelah dia bilang seperti itu aku langsung keluar meninggalkan perustakaan itu.
          Ah ini kesalahan kedua. Kenapa aku bilang tidak apa-apa? Padahal aku tadi malam itu di kamar sudah merangkai kata-kata jika dia meminta maaf kepadakuu lebih tepatnya omelan. Kenapa aku seakan takut dan semuanya hilang. Ah aku begitu greget sama diriku saat itu. pikiranku tetap berputar sampai aku tiba di kelas. Satu menit kemudian Malik pun sampai juga di kelas.
          Pertemuan aku dan Malik tidak memudarkan perasaan kesalku kepadanya. aku masih terus mengingatnya meskipun aku sudah memaafkan dia. aku teringat akan perkataan ust Adi Hidayat bahwa sifat seorang wanita itu seperti miratun:cermin. Jika dibanting pecah dan bisa diperbaiki akan tetapi tidak akan serapi seperti sedia kala. Begitu juga perempuan, memang bisa memaafkan namun kesalahannya itu tetap mebekas dan hatinya tetap rusak untuk dia.
          Jadi pesan dari aku kepada para pembaca sekalian, baik itu laki atau perempuan, jika kalian mau berkata sesuatu itu dijaga karena mulut itu seperti singa yang selalu kelaparan dan memakan hati seseorang. Jika tidak diberi asupan gizi keimanan dan akhlak. Akhlak itu adalah cerminan dari kita. Bisa jadi saat ini kalian memiliki hubungan yang sangat baik dengan teman, sahabat, tunangan, pacar dan orang tua. Namun kalian tidak bisa menjaga omongan kalian dengan baik, maka bersiap-siaplah hubungan kalian yang satu tahun itu bisa rusak hanya dengan jangka waktu satu menit, satu detik atau hanya satu kedip mata saja.

Rentang Quran Chapter 2


2
TENTANG DIA
Pagi itu aku pergi ke sekolah dengan terburu-buru karena aku ingin menikmati pagi yang sangat cerah di hari terakhir aku menginjakkan kaki di sana. aku berencana untuk boyong dari asrama dan sekolah saat itu. jadi inilah cara teranehku untuk menikmatinya sebelum aku pergi meninggalkannya. Jam 05.00 aku mulai berada di sekolahku. Duduk sendirian di taman sambil menikmati ocehan buku Bena book yang gokil bikin ngakak kagak ada habisnya. Tepat jam 06 bapak Samin, usianya sudah 50 an ke atas, dia cleaning service di sekolahku yang  sudah datang dan segera mengambil peralatannya. Akupun menyapa beliau, “pak selamat pagi,.” sapaku kepada beliau. “Selamat pagi juga, pagi bener datang ke sekolah neng? Ada apa?” tanya beliau kepadaku heran. “Ah ini pak. Ini hari terakhir aku di sini pak karena hari ini aku akan boyongan.” Jelasku kepada bapak Samin yang sedang menyapu halaman sekolah sambil meluangkan waktu untuk ngobrol denganku.
“Wah sudah mau kuliah ya neng?” tanyanya kembali. “Iya pak. Alhammdulillah saya sudah keterima di Universitas Sultan Agung Tirtayatsa.” Jawabku dengan jelas. “Wah, selamat ya neng.. dimana itu neng?” tanya balik kepadaku. “Di Banten pak. Lebih tepatnya di Jakarta.”  Jawabku kepada beliau. “Sukses terus ya neng, doa bapak selalu menyertai neng..” ungkapnya kepadaku. “aaamiinn pak. Terima kasih banyak ya pak. Dita juga mau minta maaf kepada bapak jika selama ini dita banyak salah sama bapak.” Jelasku kepadanya sambil meminta maaf. “Iya neng, bapak maafkan. Bapak juga minta maaf sama neng Dita ya. Apak Tanpa di sengaja takutnya bapak juga pernah berbuat kesalahan sama neng.” Ucapnya panjang lebar kepadaku. “wah iya pak sama-sama.”
Sesaat kemudian, aku melihat ada sosok seorang lelaki melambaikan tangannya kepadaku dari kejauah dia berjaan dengan cepat tapi tidak berlari. Ternyata sosok itu adalah Malik. Iya Malik teman terbaikku selama aku di sini. Dia tidak berhenti untuk melambaikan tangannya sampai dia tepat berada di depanku dan berkata “Zita, selamat pagi J.” dengan senyuman manis kepadaku dia mengatakan itu. Akupun tertawa sambil mengernyitkan kedua alisku kepadanya. Seraya berkata, “kamu kenapa Lik, kok kamu terlihat begitu aneh hari ini kepadaku?”.
“Oh iya dong, harus terlihat aneh.” Jawabnya singkat kepadaku seraya duduk di sampingku. “Emangnya ada apa?” tanyaku kembali kepadanya dengan rasa penasaran. “Jangan tanya dong. Ntar kamu gak penasaran lagi. Hehe”jawabnya kepadaku dengan wajah cengengesan. "Ah Malik gak seru deh!. Hayo kasih tau! Kasih tau gak?” tanyaku kepadanya dengan tatapan sinis dan cemberut.
 “Nggak! Heheh” ucanya kepadaku sambil tertawa terbahak-bahak. Saat itu adalah pertama kali aku melihat dengan jelas wajah tampan Malik yang selalu tersembunyi dalam muka cueknya setiap hari. Akupun pura-pura sebel dan memalingkan badanku darinya. “Eh gini-gini dah, aku akan kasih tau tapi janji ya. Ini hanya secret diantara kita. Sampai kapanpun kamu tidak boleh menceritakan kepadanya. Kepada siapapun!.” Ugkapnya kepadaku dengan wajah serius. “Termasuk orang tuaku?” tanyaku menawar kepadanya.
 “ Yah Zita, jangan keluarin bloonnya sekarang dong! Ucapnya kepadaku sambil menepuk jidatnya sendiri dan tertawa mengejek. “ye iye. Paham! Ayo cepet katakan.! Ucapku kesel kepadanya disertai rasa deg degan. “Kasih tau jangan?’’. Dia kembali merayuku lagi. “Ah... kalau gini caranya aku masuk kelas aja dah!” ucapku kepadanya dengan pura-pura merapikan baju dan mengambil tas serta beranjak pergi. Satu langkah aku menapakkan kaki di paving halaman sekolah, dia berkata lagi kepadaku.
“Beneran nih gak penasaran..” sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Yah aku kan tipe orang yang keponya tinggi. Jadi ya sudah aku kembali mendekatinya lagi dan duduk di sampingnya. Sebuah plastik putih mulai dia keluarkan dari tas berwar hitamnya itu. Aku sudah menduga bahwa dia akan memberikan aku sesuatu.
Aku sudah paham dengan gerak-geriknya. Malik itu adalah satu satunya temanku yang mempunya hobi membaca buku. Kalau ada sebutan lain di atasnya “kutu buku” aku akan menobatkankannya kepada dia. setiap hari pasti ada satu buku non mata pelajaran yang dibawa oleh dia setiap hari untuk dibaca. Untuk mengetahui buku bacaan apa yang dia sukai itu gampang banget. Perhatikan saja setiap dia masuk kelas dan fokus ke tangannya. Nah itu dia buku bacaannya. Malik memang tidak pernah menaruh buku bacaannya di dalam tasnya. Entah kenapa, mungkin biar mudah dibaca kali ya. Hehe...
Kembali lagi pada plastik putih itu...
“Zit, degerin aku mau cerita. Aku kemaren pergi ke toko buku untuk membli buku bacaanku yang baru karena buku bacaan yang aku beli sebulan yang lalu sudah hatam semua. niat awal aku pergi ke toko buku itu murni untuk membeli buku dan gak ada ingatan aku sedikitpun terhadapmu, apalagi niat untuk membelikan buku kepadamu. Heheh” ceritanya sambil menatapku dengan wajah tertawa. “Yahhh..pppftt” baru aku berniat untuk membela diriku sendiri akana perkataann ya itu dia langsung menaruh telunjuknya dimulutnya dan berbunyi... “Syuuuutttt! Jangan ngomel dulu. Aku belum selelsai cerita. Gantian ya..” dengan wajah tersenyum dia menatapku kembali sebagai teguran. “aku lanjutin ya ceritanya.
Nah entah kenapa ketika aku baru saja membuka pintu toko buku langganan aku itu, mata aku langsung terfokuskan kepada 2 buah Qur’an lucu dan terbaru yang aku rasa aku belum pernah sebegitunya terpananya dan terpesona akan ukiran Qur’an itu. pada saat itulah aku ingat sama kamu deh. Ada inisiatif untuk membelikan Quran itu kepadamu. Akhirnya aku menanyakan ke mas-mas di toko itu. “Mas, ini Quran dengan desain terbaru ya mas?” tanyaku kepadanya. Terus masnya jawab, iya kak, ini desain terbaru. Kemaren ada 1.000 eksemplar langsunng laku terjual dan tinggal dua itu kak.
Terus aku bertanya lagi kepada masnya, emang keunggulannya dari desain sebelumnya apa mas?”. Dan masnya menjawab lagi, keunggulannya banyak mas, di dalam quran ini ada tajwidnya juga jadi cocok untuk pemula dan juga yang mau menghafal Al-Quran selai itu juga ada rujukan ayat Al-Quran yang menjelaskan isi di dalamnya langsung ada nomer ayat dan halamannya jadi cocok untuk dakwah dan mencari landasan dalil Al-Quran kak, selain itu motif sampulnya juga bagus ada pinknya dan warna kalem yang cocok untuk perempuan dan juga laki-laki. Makanya mas di beli ya. Sekarang kami sedang memberikan discount jika membeli dua sekaligus akan mendapatkan diskon 30 % dari harga penjualan sebagai tanda syukur kami karena Al-Quranya laku cepat.”
Setelah itu aku bilang ke masnya untuk dibungkus aja semuanya. Aku mau kasih ke kamu dan juga untuk aku. Selain itu, ini sebagai hadiah kenang-kenangan dari aku kepada kamu. Kan kita sudah mau perpisahan nih dan bakalan jarang ketemu seperti biasanya aku dan kamu bertemu di sini. Jadi nanti gunakan quran ini setiap kali kamu mau ngaji supaya aku banyak pahalanya.. heheheh” sambil bercanda dia meletakkan Al-Quran dengan corak yang indah itu kepadaku. “hemmm... Malik! Thanks a lot yah! Kamu masih ingat aja kalau aku memang mau menghafalkan Al-Quran. Pasti aku baca.” Aku tersenyum sambil mengatakan itu kepadanya.
“Iya, sama-sama Zita Lubis wkkw.. gak usah mewek gitu dong!” ucapnya kepadaku mencairkan suasana sedih menjadi bahagia. “Yah, kali,, aku mau nangis!” sambil mengucek mata yang agak gatal karena akan mengeluarkan air mata. “Oh iya satu pesan akuu lagi. Kamu kan tipe orang yang kangenan. Jadi, jika suatu saat nanti kamu merindukan aku, kamu baca aja surah Al-Mulk dan Ar-Rahman serta elus-elus dah tuh Qur’an. Seraya bacain sholawat dan menyebut namaku 3 kali dan berkata “ya Allah pertemukannlah kami kembali. Seperti itu ya. Hehheehh.... awas jangan lupa loh. Ingat itu. dijaga baik-baik.” sambil tertawa dia memperagakan apa yang diucapkannya kepadaku terhadap Qur’an yang kembar dengan milikku. “yah.. berarti kita kembaran Quran ya..” jawabku kepadanya. “Iya dong. Good luck ya.
Semoga dengan Al-Quran kembaran kita ini kamu bisa menjadi hafidzah 30 juz dan bermanfaat terhadap sesama di dunia dan di akhirat. Oh iya jangan lupa ya tips dari aku,, aku bakalan melakukan hal yang sama kok ketika aku kangen kamu. Heheh bercanda- bercanda.. Piiiissssss!!! J.” Dia mulai tertawa kembali sambil memasukkan AL-Quran yang sama dengan punyaku itu kedalam tasnya dan beranjak pergi. “Apaan sih kamu Malik ada ada aja. Sok so sweet. Gak mempan tau. Siapa juga yang bakalan kangen kamu. Heheh”. Balasku dengan cengengesan. “Wah awas ya ntar kangen sama aku tau rasa kamu!. Heheh. Ya sudah lah.
Simpan tuh Quran dalam tasmu. Yuk ,masuk kelas.” Sambil berdiri dan beranjak pergi dia menunggu aku memasukkan Al-Quran yang baru saja dia berikan kepadaku. Akupun berjalan di sampingnya sambil tersenyum-senyum bahagia dengan kejutan yang diberikan Malik ke[adaku. “thank you very much Malik, semoga Allah membalas kebaikanmu.” Ucapu dalam hati seraya fokus pada lorong yang aku tapaki bersama Malik.

Setelah sampai di kelas dan mulai menempati tempat dudukku dengan tenang, aku menghela napas sebentar. Aku tak mengerti kenapa hatiku begitu deg-degan kencang banget. Perasaan gelisah ada saja di dalam diriku seakan berkeinginan untuk memegang pemberian dari Malik tadi berulang kali, sepertinya hanya itu obatnya untuk menghilangkan kegelisahanku. Aku pikir perasaan ini pasti juga dirasakan oleh semua orang yang mendapatkan kejutan dari teman dekatnya. Namun, apakah penyebab ini semua sumbernya hanya karena kejutan? Bukan dari hal lain?. Ah entahlah aku tak paham akan itu semua. terpenting adalah aku bahagia sekali saat itu bisa mendapatkan surprise terindah dari seseorang untuk pertama kalinya.
“Doaaarrrrr.....!!!! ceille tumben nih pagi-pagi sudah sampai di kelas saja. Biasanya datangnya suka telat nih!.” Teriak Refi dengan suara yang menggelegar. Saat itu hanya ada beberapa teman yang ada di kelas dan salah satunya Malik. Setelah Refi menyelesaikan ocehannya akupun segera melirik ke arah Malik, khawatir dia mendengar apa yang dikatakan Refi.
Sungguh aku tersipu malu dibuatnya, karena aku melihat Malik menutupi mulutnya seakan tersenyum geli kepadaku. Akhirnya aku mencoba mengelak ucapannya Refi, “Ihhh,,,... apaan coba, aku terkadang juga sering berangkat pagi kok. Kamunya aja yang berlebihan hari ini!” ucapku dengan rada jutek dan wajah memerah.
“yeee... tau-tau yang sudah mau pisah!” lanjut refi sambil menyenggol lengan kananku seraya menggodaku. “Yaaahh! Apaan sih Refi. Kamu sedang sakitkah hari ini? sini aku bawa kamu mengahadap pak satpam untuk idzin sebentar periksa ke puskesmas di depan sekolah. Gmana mau kan? Yuk!.” Ledekku dengan ekspresi agak serius dan menarik tangan Refi.
“eh eh,, nggak-nggak Zit! Sorry aku bercanda heheh..” ucap Refi dengan wajah cengengesan kepadaku. “ah kagak! Lu mah gitu orangnya. Aku gak mau teman satu-satunya gue sakit saraf.” Ungkapku kepada Refi sembari tersenyum dan menyembunyikan wajah itu darinya dengan sedikit memalingkan wajah ke belakang. Dan saat itu aku mulai memperhatikn Malik yang saat itu sedang tertawa terpingkal-pingkal di pojokan depan sana. 
          “Malik.. kamu kenapa tertawa?.” Tanyaku dengan nada sedikit kencang kepadanya. Secara tiba-tiba suara ramai di kelasku mulai terhenti dan pandangan teman-teman kelas mulai terfokuskan kepada dirinya. Malik hanya merespon pertanyaanku dengan menoleh saja kebelakang. Hal itu membuat aku merasa kecewa terhadapnya.
Akhirnya aku mulai duduk kembali sembari berusaha untuk melupakan kejadian yang baru saja berlalu itu. suara riuh teman-teman mulai terdengar lagi dengan diselingi canda tawa dan gurauan-gurauan serta cerita-cerita yang membuat bising di teling. Hingga pada akhirnya ada merasa ada sebuah kertas jath mengenai kerudung seragamku itu. “ouchhh!” Seruku. Aku segera menoleh ke arah tafsiran kertas itu berasal dan berusaha mengambilnya.
Ternyata...
Ketika aku menoleh, Malik saat itu sedang menongolkan kepalanya ke depan bangkunya seraya melambaikan tangannya kepadaku dan berbicara menggunakan bahasa isyarat yang maknanya “it’s okay!”, euuuu aku sebel sambil bahagia begitu melihatnya.
Bell masuk pun berbunyi. Bapak Amin datang ke kelasku untuk mengisi kelas motivasi masuk ke perguruan tinggi. Di sana beliau memberikan tugas untuk setiap siswa diwajibkan satu persatu maju ke depan dan memberikan pendapat mereka tentang perguruan tinggi dan juga motivasi dari diri kita kepada teman-teman. Jadi forum ini seperti diskusi karena teman-teman diberikan kebebasan untuk menyanggah, bertanya dan juga berkomentar akan pendapatnya itu.
Siswi yang maju pertama adalah teman sebangkuku. Pak Amin meminta untuk urutan maju kedepan sesuai dengan urutan tempat duduk di kelas. Ok berhubung tempat dudukku di paling depan ujung timur jadi teman aku si Nita yang maju duluan. Nita adalah teman sebangkuku yang memiliki sifat humoris dan juga lincah. Dia pintar dalam segala hal termasuk dalam beragumen. Tak heran jika banyak sekali teman-teman yang menyukai perwatakannya itu. Selain itu dia juga suka bercerita yang aneh-aneh, tak heran jika setiap hari aku selalu tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Di saat Nita memberikan bersiap-siap untuk maju ke depan, pak Amin menyodorkan surat kepadaku. Akupu tercenggang menerimanya. Sambil melongo kaget dan bertanya dengan sedikit berbisik ke pak Amin seraya bertanya “Surat ini dari siapa untuk siapa pak?” dengan tatapan penasaran aku berusaha menemukan jawaban dari wajah pak Amin. “Sudah baca saja, kamu akan tau sendiri pengirimnya.” Jawab pak Amin dengan memasang ekspresi tersenyum menenangkan.  
          Mendengar jawaban pak Amin membuatku tidak tertarik untuk membacanya saat itu juga. aku kembali memfokuskan mengenai motivasi apa yang akan aku berikan kepada mereka. Teman-teman mulai memberikan tepuk tangan kepada Nita setelah dia selesai mempresentasikan motivasinya. Kini tiba giliranku untuk maju kedepan. Sedikit nervous sih tapi ya sudahlah aku paksakan untuk tetap fokus dan berusaha untuk tidak memperlihatkan ekspresi gugup aku kepada teman-teman terutama kepada pak Amin.
“Asssalamualaikum warahmatullah wabarokatuh... terima kasih banyak atas kesempatan yang diberikan oleh bapak dan juga teman-teman semua untuk menyampaikan celotehan motivasi saya yang sebenarnya ini merupakan khsusus untuk dirisaya pribadi. Jadi saya akan memberikan motivasi tentang “masa depan”.
Masa depan itu hanyalah sebuah hayalan yang berawal dari imajinasi yang tertinggal di masa depan atau imajinasi yang bermunculan sekarang untuk diperjuangkan selanjutnya. Masa depan itu tidak ada artinya jika hanya sebuah khayalan. Namun ada satu hal yang menjadikan masa depan itu menjadi penting adalah di saat ada “A” di dalamnya.
Belum aku lanjutkan kosa kata selanjutnya, teman-teman sudah pada bersorak mengatakan “Cie.cieeeee...huhuyyyy.. “A” katanya” ungkap salah satu teman aku yang cerewet di kelas itu sambil menggoda Malik. Yah, nama lengkap Malik memang berawalan A. Jadi teman-teman menyangkanya bahwa A yang aku maksud adalah dia. ah, aku sedikit kesal sebenarnya karena mereka telah memotong perkataanku yang mulai terbawa arus penghayatan oleh aku dan juga teman-teman yang mendengarkan akan tetapi di sisi lain aku juga menikmati suasa romantisme yang teman-teman ciptakan secara tidak sengaja dengan mengambil huruf A sebagai ide pokok romantisme tersebut. akupun tersenyum dan berusaha menjelaskan bahwa sebenarnya itu salah.
“Oke oke ya! Diam dulu. Biarkan Zita melanjutkan kalimat selanjutnya.” Sanggap pak Amin sambil menenangkan teman-teman yang mulai bersoarak-sorak di buatnya. Akupun tak sengaja melihat wajah Malik juga tersenyum merah dibuatnya. Selain itu aku juga melihat pak Amin tersenyum kecil sambi;l berjalan menuju tempat duduknya lagi. Sesaat itu akupun bergumam sendirian  di dalam hati “Ih ini orang-orang semua kenapa terbawa suasana dengan huruf “A” sih?”.
“Baik bapak terima kasih banyak, telah membantu saya untuk bisa menenangkan teman-teman yang mulai gaduh ini.” ucapku kepada pak Amin.
“Apa itu A?”A itu adalah Action.  Action adalah istilah dalam bahasa Inggris yang digunakan untuk menjadi kunci utama dalam mensukseskan dan menguatkan istilah “masa depan”. Tanpa Action semua mimpi, semua khayalan, semua rencana tidak akan menjadi nyata hanya akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, mengapa Allah swt berfirman “Fatawakkal Ala Allah, innaAllaha yuhibbul mutawakkiliiiinnnnn>” bertakwalah kepada Allah karena Allah sangat suka sama orang yang berpasrah diri atau tawakkal), karena ada kata ikhtiyar! Sebelum tawakkal. Hal itu dijelaskan oleh firman Allah dalam surah Al-Alaq yang berbuyi “Iqra’ bismi robbikal ladzi kholaq”.
 Nah bacalah. Jika kita memahami lebih mendalam, kata iqra’ merupakan sebuah fi’il yang jika di artikan dalam bhs Inggris adalah action. Nah! Sudah jelaskan. Makanya mengapa Albert Einstein mengatakan bahwa Imagination is important than knowledge adalah jika imajinasinya disertai dengan action.
So menurut saya  Everything is gonna be alright when you’re right. Jadi segala sesuatu itu tergantung diri kita, jika kita benar maka semua akan baik-baik saja. Sekian penyampaian motivasi dari saya jika ada pertanyaan ataupun sanggahan disilahkan.
Sesaat kemudian, Malik mengangkat tangannya di saat itu juga akupun merasa deg- degan jantung aku semakin berdetak sangat cepat bukan karena aku jatuh hati padanya tapi karena pertanyaan apapun yang keluar dari  diri dia adalah pertanyaan yang sulit seribu kali sulit dan jawabannya membingungkan. Jadi teman-teman di kelas itu sangat suka jika mereka presentasi di kelas dan Malik sedang tidak masuk sekolah.
Jadi biar aku kasih tau sebelumnya kepada kalian tentang Malik. Malik itu orangnya totalitas. Jadi siapapun dia, dan bagaimanapun dia jika dalam forum diskusi Malik menganggap semua itu sama. Jadi dia tetap akan serius dan fokus serta akan memaksa untuk tidak terima meskipun itu sahabat dia sendiri.
“Ok! Ini sekedar sanggahan ya dari saya terhadap pernyataan anda. Saya tidak begitu setuju dan memang benar-benar tidak setuju jika masa depan hanyalah sebuah hayalan, karena menurut saya sendiri dari berbagai sudut pandang referensi yang pernah saya baca, semua yang anda katakan itu sangatlah bertolak belakang. Seakan-akan anda meremehkan masa depan sedangkan anda sendiri dan masa depan anda itu penentu kehidupan anda kedepannya.”
Dia bernafas sejenak dan melanjutkan sanggahannya kembali,
“Oleh karena itu, nantinya jika mau memberikan motivasi itu dipersiapkan yang lebih matanglah jangan seperti ini.” Ucap Malik dengan nada tinggi dan kecewa. Saat itu teman-teman sekelas langsung hening dan langsung semua mata fokus kepadaku. Aku sangat sedih sekali saat itu. begitu kejamnya Malik mengatakan hal tersebut kepadaku. Sungguh tak berperi pertemanan.
Aku segera menjawab dengan wajah sedikit tegar “Baiklah terima kasih atas masukan dan sanggahannya, saya tutup presentasi saya kali ini. mohon maaf jika ada salah kata karena yang maha benar hanyalah Allah SWT> sekian dari saya. Waasalamualaikum wr.wb. aku langsung duduk dan menahan air mata yang akan menetes di pipiku. Aku sangat sedih waktu itu, seakan aku ingin bel pulang segera dibunyikan oleh Bang Halim pejaga bel dan elektronik sekolah. Maha suci Allah, Allah sangatlah baik terhadapku, 30 detik dari pengharpanku itu, bel-pun berbunyi dengan sangat keras. “Teeeeeeeeeeeeeeeeeeettttt, Teeeeeeeeeeeeeeeet, Teeeeeeeeeeeeeeeeeet, tiga kali. teman-teman kelas langsung merapikan bukunya dan memasukkan kedalam tasnya masing dengan terburu-buru. Saat itu aku langsung keluar dan tiba-tiba ada sseorang memegang  bahuku dari belakang. Akupun kaget, karena aku belum fokus saat itu dengan pikiran aku yang sedang berkecamuk gara-gara  ucapan yang sangat menyakitkan dari si Malik itu.
“Zita, yuk ikut aku ke kelas 12 ipa2.”, ucapnya kepadaku sambil menarik tanganku untuk mengikutinya. Akupun hanya mengikuti saja. Setelah sampai di dalam kelas 12 ipa2 yang kosong tanpa seseorang satupun di kelasnya, aku pun melihat seseorang yang menarikku itu. ternyata dia adalah Refi.
“Sini duduk Zit!” ucap Refi menyuruhku duduk disampingnya.
“Ada apa Refi?” tanyaku kepadanya dengan sedikit rasa lelah.
“Zit, lihat aku, tatap mataku. Aku tau kamu sakit tadi dengan perkataan Malik terhadapmu. Aku mengerti perasaanmu.” Sambil mengenggam anganku dia berusaha untuk menatap wajahku lebih dalam.
“Aku punmulai berfikir, mungkin ini saat yang tepat untuk aku berhenti menahan kesedihanku.” Gumamku dalam hati.
“Zit, lihat aku. Benar kan. Kamu gak usah tahan-tahan seperti ini. Jika kamu mau nangis sekarang gak apa, nangis saja. Sini Zit aku bersedia mendengar kesedihanmu. Zita. keluarkan kesedihanmu jangan ditahan-tahan. Aku pernah berada di posisi kamu sperti ini. ini sangat sakit Zit. Sakit sekali. Makanya aku langsung menghampiri kamu sekarang.” Ucap Refi panjang lebar memberikan pengertian terhadapku.
Mendengar ucapan Refi kepadaku, tanpa terasa tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja meskipunku sudah mencoba untuk menahannya dengan mendongkakkan kepalaku keatas. Aku begitu terbawa suasana. Refi rela menunggu diriku hingga aku menyelasaikan kesedihanku. Akupun menangis sejadi-jadinya sampai mataku begitu bengkak dan perasaanku begitu lega saat itu. sambil berusaha menjelaskan dengan suara yang terbata-bata serta sesegukan yang tak tertahankan menjadi nada curhat kesedihanku saat itu.
Saat itu aku begitu bersyukur sekali, Allah sangatlah baik kepadaku meskipun hal yang ada dipikiranku saat bel berbunyi adalah pulang ke asrama dan menumpahkan segala kesedihanku kepada bantal dan selimutku. Namun Allah memmpunyai rencana lain untuk itu. Refi mulai memelukku berusaha menenangkan diriku yang menangis semakin jadi. Ketika aku masih berada dipelukan Refi, tiba-tiba aku melihat dari jendela transparan kelas Ipa2 itu si Malik temannya serta bapak Amin baru saja keluar dari ruangan kelasku. Ternyata mereka masih diskusi di dalam sepertinya.
Aku langsung memalingkan wajahku tatkala wajah Malik terlihat jelas dari jendela itu dan melihatku dengan mata sembabku ini. aku berusaha untuk menutupi darinya. Aku tak ingin mereka semua tau bahwa aku sedang sedih karena kejadian tadi di kelas. “Ref, mereka baru keluar tuh!” bsiskku kepada Refi sambil menunjukkannya dengan lirikan mataku. “Yaudah deh yuk, kamu gimana sudah lumayan lega?” kata Refi menanyakan keadaanku. “Iya, ya sudah yuk! Terima kasih ya sudah mau menemaniku saat ini.” ucapku kepadanya dengan senyuman.
“Iya Zita, sebagai sahabat yang baik harusnya seperti aku. Aku mengerti perasaanmu. Intinya kamu jangan pernah ambil omongan mereka. Anggap aja tidak ada. Karena kamu masih punya Allah. Jika kita sudah tidak punya apa-apapun sama Allah kita diperintahkan untuk jangan bersedih, karena Allah selalu ada untuk kita. Seperti firman Allah SWT “Wa maa Indza Allahi Khoirr dan ada juga “La Tahof Wala Tahzan. InaaAllah Ma’ana.”.
“hemmm, ukhti hafidzah. masyaAllah” akupun menggoda Refi dengan tertawa kecil.

Sekian
Chapter 2

Novel; Rentang Quran Chapter 1


Rentang Qur’an
                        OLEH: LULU’ ULFIYAH APRILIA
1

TENTANG MEREKA
Hi perkenalkan nama aku Zita Fathia Lubis, aku biasa dipanggil Zita. Mau tau rentang perjalanan hidupku bersama Quran kan.. yuk simak ceritanya di bawah ini. eh..eh.. maksudku di bawah ini adalah cerita tentang diriku. Ah sama aja ya. Udah ah biarin aja. Selamat membaca.
-      -   -   -   -   -   -
Adakalanya rindu itu menetas seperti telur yang telah dierami oleh induknya. Beralih-alih cinta itu datang denagn sendirinya tanpa harus ada yang mengerti asal mulanya. Ini sama seperti kisah cinta sahabatku. Aku mengerti memang menjadi jomblo itu sedikit menyedihkan namun tidak menyakitkan karena memiliki pasangan sebelum halal itu illegal namun bisa dimanfaatkan. Iya sama seperti kendaraan yang tanpa surat-surat penting atau durno. Banyak sekali orang yang tidak berfikir panjang mengenai hal tersebut. Lebih parah lagi,mereka sampai menganggap bahwa pacar mereka sudah seperti suami mereka sendiri padahal belum pasti. Iya! Belum pasti. Belum pasti orang yang mencintai kita (pacar) saat ini akan langgeng terus sampai urat nadi putus. Ada ada aja saat ini. namun inilah realitanya.
Dulu waktu aku masih SMA aku tak mengerti apa itu CINTA. Mengapa cinta itu selalu disebut di dalam sebuah lagu, film, berita, cerita dan juga remaja hingga tua. Saat itu aku sedang duduk di bangku kelas 1 A. Aku berfikir mengapa cinta menjadi kata yang diatasnamakan ketika seseorang menyatakan kebahagiaannya?. Hingga... “Dooorr! Eh lu Zit, ngelamun aja. Kenapa lu?”. Sosok yang mengkagetkan aku itu adalah Si Refi. Refita Desi nama lengkapnya. Dia orangnya tomboy dan juga dia adalah teman baikku. Tak jarang jika aku bersama dengannya, aku selalu terkejut dibuatnya. Namun dia juga punya bodyguard. Setiap hari ada saja seorang cowok cupu berkaca mata hitam sedikit bening berbentuk bulat selalu datang ke kelas kami yang tujuannya tidak lain untuk menjemputnya. Namanya Anton. Antony Farhan nama lengkapnya, kadang aku berfikir kenapa nama dia tidak sekeren orangnya.
Ok fokus lagi sama keadaan gue setelah si Refi diam-diam perhatikan gue dan menyadarkan gue dari lamunan tentang CINTA. “Ah, Refi ganggu aja lu. Nggak ada! Gue mau tanya-tanya nih sama elu? Bisa jawab gak?. Tanyaku kepadanya. Yaelah Zit, Zit . mau tanya apaan sih?. Rumus matematika? Fisika? Biologi? Apa aja silahakan asal jangan tanya tentang bhs Inggris ya ke gue... heehe.” Sambil tertawa dan memperlihatkan gigi depannya. Si Refi memang pintar dalam pelajaran IPA namun dia lemah dalam bhs Inggrisnya. Jadi tiap kali aku ajak ngobrol pakai bahas Inggris dia pasti mengambil kertas kecil dan merobeknya, melipat serta menaruhnya di kedua telinga dia. yah begitulah dia. aneh banget.
“Iya, iya. Pasti dah. Gue gak bakalan buat lu susah. Pertanyaan ini tidak berhubungan dengan pelajaran kok. Jadi santai aja.” Ucapku kepadanya. “Ok dah mau tanya apa miss Zita..” dia duduk dengan wajah serius seraya sedikit mendekatkan wajahnya dan menatapku dengan lengan berada di atas bangku.
“CINTA ITU APAAN SIH?” Tanyaku kepadany dengan sedikit berbisik  karena malu kedengeran temman-teman yang lain. “
“Oh itu. Kalau  menurutku sih, Cinta itu seperti film horor, disukai orang namun sering buat jantung berdebar dan juga menjadi gentayangan di dalam fikiran kita.” Nah cinta itu seperti itu Zit.” Jawab Refi dengan sangat singkat.
“Oh seperti itu?, jadi cinta itu menge....” sebelum aku melanjutkan kesimpulanku tentang cinta berdasarkan penjelasan dari Refi tadi, tiba-tiba si Malik datang dan memanggil namaku seraya berdiri di depan pintu kelas. “Hei, Zita sini deh aku ada perlunya.” Teriaknya memanggilku. Akupun menoleh dan berkata setengah berbisik kepada diriku sendiri. “Ah! Kebiasaan deh!.” Ungkapku sambil manyun dan melangkahkan kaki keluar bangku kelas. “Eciye.. abang tuh kangen.” Ungkap Refi kepadaku.
Malik adalah teman cowok yang paling akrab denganku. Muhammad Malik Ahmad Zubair nama panjangnya.  Dia sangat baik kepadaku. Selain wajahnya tampan, bertubuh tinggi dan juga keren dia juga termasuk siswa yang sangat pintar seangkatan. Namun bukan itu yang aku suka darinya. Kepribadian yang ramah dan tidak sombong itu yang membuat aku mau berteman dekat denganya. “ada apa?” tanyaku kepadanya sambil berdiri di depannya. “Ah sini deh, keluar dulu. Ada yang mau diomongin.” Dia mengajakku ke luar kelas tepat 5 langkah dekat jendela adalah tempat yang disukai dia untuk ngobrol bersamaku. Ya meskipun sambil berdiri sih. Memang terlihat aneh sih tapi  biarkan sajalah.
“Aku besok mau ke Malang. Kamu mau nitip sesuatu gak sama aku?” tanya dia kepadaku sambil membolak-balikkan buku bacaannya. “Ah itu, aku kira ada apa. Hemmm... mau nitip apa ya?. Oh ya aku nitip buku bhs Inggris aja ya. Uangnya pakai punya kamu dulu nanti aku ganti ok.” Ucapku kepadanya. “Ok dah santai!” jawabnya sambil tersenyum kepadaku.
          Teman-teman bilang Malik itu adalah siswa tertampan se SMAku. Banyak sekali yang suka kepadanya. Jadi tidak heran ketika  aku selesai ngobrol dengannya di depan jendela kelasku, teman-teman perempuan yang lagi pada istirahat duduk di luar koridor kelas datang berlarian menghampiriku. “Zita.... tunggu..” panggil teman-teman perempuanku berlarian memamsuki kelasku dan mengerumuni aku yang telah duduk bersama Refi di bangku kelas. “Eh, eh ! ada apa ini?” tanyaku kepada mereka dengan ekspresi bingung. “Woi!!! Apaaapaan ini... Gerah tau!” ungkap Refi dengan nada tinggi seraya berteriak.
“Eh Zit, bagi tips dong gmana caranya si Malik bisa dekat sama lu.” Ungkap si Novi salah satu teman kelasku yang katanya naksir banget sama si Malik. “Oh itu, hanya satu tipsnya.” Akupun menjawabnya sambil senyum-senyum geli. “Apaan tuh?” tanya si Novi dan teman-teman lainnya dengan ekspresi semakin fokus kepadaku. “Kenalan...!” jawabku singkat. “Itu saja?” tanya salah satu teman perempuan yang lain dengan ekspresi tidak percaya. “ Begini saja deh, jika kalian tidak mengenal satu sama lain bagaimana kalian akan mengerti kalau kalian itu baik ataupun jahat. Jadi dengan kalian berkenalan dengan Malik akan membuat Malik bisa dekat dengan kalian.” Jelasku panjang lebar. “Terima kasih ya Zit..” ucap teman-teman seraya satu-satu persatu mulai pergi dan berhenti mengerumuni diriku dan Refi. “fuihhhhh, legaaa..” ungakap Refi.
          Waktupun berjalan sangatlah bernada. Memberikan alunan melodi-melodi indah dalam setiap tahapan kelas yang aku jalani sejak SMA. Hingga tiba saatnya aku sudah berada di tingkatan terakhir (kelas 3 SMA). Kebersamaan aku dan Refi serta si Cupu Antony juga semakin nempel. Selain itu, kedekatan aku dan Malik juga tetap terjalin semakin baik. Ya walaupun kata teman-teman si Malik itu ada perasaan kepadaku namun aku cuek saja. Karena aku tidak memiliki perasaan yang spesial kepadanya dan pada saat itu aku juga tidak tahu apa itu cinta dan mencintai. Ah intinya saat itu aku oon banget dah kalau masalah cinta.
          Dan pada suatu hari, di hari terakhir UNAS si Refii datang bersama si Antony menemui aku karena aku dan mereka berbeda ruang ujian.  “Hey Zit, aku dan Antony ada perlunya. Ada sesuatu hal yang mau kita kasih tau kepada kamu  mengenai hubungan kita bahwa kita sekarang sudah pacaran.” Ungkapnya kepadaku dengan wajah senang dan berbinar-binar seraya tangan mereka saling bergandeng berayun-ayun kedepan dan kebelakang. “Wahehhehehehheehhe, apa? Ah lu pada bikin gue ngakak aja..” ungkapku sambil ketawa terbahak-bahak mendengar pengakuan Refi dan tingkah laku mereka yang aneh. “Ah Zita, aku tau kamu bakalan cemburu tapi kamu tetap jadi sahabat kita kok.” Dengan percaya dirinya dia bilang seperti itu. Namun aku biasa aja mendengar ucapannya yangn menggelikan itu, karena dia memang seperti itu. “iddiiihh pedenya sih luuuu” sambil ketawa dan mencubit hidung si Refi.  “Pelukk...” ungkap si refi sambil membuka kedua tanggan seakan ingin dipeluk. Akhirnya kita bedua berpelukan eh tiba-tiba si Antony mau gabung juga dan kemudian kita meneriakinya bersama –sama “JANGAN>>>>” sambil tertawa hehehe..
          Kelulusan pun tiba, aku tak mengharapkan apa-apa. Saat itu yang ada di fikiranku hanyalah lulus-lulus dan lulus. Entah mungkin karena itu aku tak menyadari bahwa Malik telah beridiri di depanku sedari tadi. “Eh, kok ada lu Lik” ungkapku kepada Malik. “Saya udah dari tadi berdiri di sini tapi kamu aja yang ngelamun, heheh.” Jawab Malik dengan tertawa kecil. “Ini..” Malik menyodorkan sebuah buku dengan judul Learning English Easily yang masih terbungkus rapi dengan plastik bukunya. “Ya Allah ini pesananku ya, berapa Lik?” tanyaku kepada dia. “Ah gampang kagak usah.” Ujarnya kepadaku sembari pergi meninggalkan aku. Hemm mungkin dia tau aku gak akan memaksa dia untuk menerima uang dariku. Sebelum bayangan dia hilang dari penglihatanku, aku segera menoleh dan memanggil namanya lagi “Malik... terima kasih banyak ya..,.” ujarku kepadanya sambil memberikan sebuah senyuman.
13 Juli 2015, saat itu pengumuman kelulusan sudah keluar dan aku serta semua teman-temanku dinyatakan lulus. Wajah ceria teman-teman terpancar di sana dan juga diriku. Hingga tiba saatnya pengisian angket jurusan dan universitas impian. Malik memanggilku dari tempat duduknya dengan beridiri setengah duduk. “Zit, Zita.... sini!” ungkapnya sambil melambaikan tangannya. Akupun menghampirinya dengan wajah sedikit malas karena aku masih bingung mengenai jurusan apa yang akan aku pilih ini. “Ada apa?” akupun membungkuk menatap dia sedari terpangku di atas meja tepat di depan dia. “Ah ya, ini. Kamu mengambil jurusan apa?” tanya dia sambil menatapku dan dengan rasa penasaran terpancar di matanya. “aku masih bingung nih, mungkin Ilmu Hukum atau Hubungan International.
          Dia pun terdiam sebentar sembari menatap buku yang berada di atas bangkunya. Sebelum dia mulai untuk melanjutkan pembicaraannya akupun melanjutkannya, “Oh iya, kamu ambil jurusan apa?.” Tanyaku ke padanya. “Oh, matematika kalau tidak kedokteran.” Jawab dia kepadaku. “O iya. Ok dah. Good luck ya Lik.” Ungkapku kepadanya. Setelah itu dia mulai melanjutkan lagi pertanyaannya kepadaku. “Zit, kenapa kamu tidak mengambil jurusan bahasa Inggris?.” Tanya dia kepadaku. Hemm, memang awalnya aku ingin mengambil jurusan bahasa Inggris tapi aku tidak percaya akan kemampuan diriku ini. Aku hanya bisa memilih jurusan yang yang sebenarnya tidak aku sukai. Memang aku tidak begitu bagus dalam bahasa Inggris akan tetapi aku menyukainya. Perkataan Maliklah yang membuat aku sadar bahwa aku harus bisa percaya pada diri aku sendiri, karena orang lain saja sudah percaya akan kemampuanku dan aku harap aku bisa percaya sama diriku sendiri. Akhirnya aku merespon usulan jurusan dari Malik “Oh iya ya, kenapa tidak ya?. Wah thank you banget ya Lik sarannya.” Dengan wajah tersenyum dan bahagia akupun kembali ke tempat dudukku.
Pagi itu hari sangat cerah bersinar. Lantunan lagu dan sholawatan teman-teman kamarku mulai terdengar sangat riuh. Ah inilah kehidupan asrama. Aku terlalu capek untuk memikirkannya. Akan tetapi aku sangat menyayangi mereka. Karena merekalah yang menjadi teman senantiasa membantu aku dalam menciptakan hal yang berwarna dalam kehidupanku. Ada satu hal yang ingin aku ceritakan kepada kalian. Ini rahasia tapi ini rahasia hanya ada antara kita ya. Sebenarnya keriuhan yang tercipta di kamarku itu disebebabkan gara-gara mereka rebutan bantal, tempat tidur, lemari dan juga selimut yang aku pakai. Karena sebentar lagi aku akan boyong dari asrama jadi aku wajib meninggalkan itu semua untuk teman-temanku itu. Ah lucu kan. Ya begitulah kehidupan asrama yang seringkali tidak kita temukan di kehidupan dunia dari sisi yang lain. Aku sungguh mencintainya, aku harap kalian juga menyukainya.
Aku mulai meremehkan keramaian mereka, karena aku sudah mulai menikmati suara-suara mereka menjadi kicauan-kicauan burung di pagi hari, ya meskipun sedikit mengganggu telinga. Saat itu aku teringat akan angket kuliahku. Akupun mulai bangun dan mengambil 1 map berwarna kuning di laci yang dekat dengan tempat tidurku. Sejak saat itu aku mulai memandangi lembaran angket, perkataan Malik mulai terngiang kembali di telingaku.
“Ah teman aneh itu,” ungkapku sambil tesenyum seraya menuliskan dua nama jurusan yang siap aku pilih untuk masa depanku di pilihan pertama, “Sastra Inggris” yah nama jurusan yang telah aku tulis di dalam angket tersebut. “Oh tuhan, Alhamdulillah terima kasih atas semuanya. Akhirnya aku menemukan jurusan yang memang aku inginkan dan impikan.
          Keesokannya akupun pergi ke toko buku. Aku mengajak si Refi dan si Antony untuk menemaniku mencari buku untuk persiapan masuk perguruan tinggi. Aku memasuki toko periplus di Surabaya. Hanya sat titik pandang saja aku manatap sebuah buku yang mengingatkan aku tentang seseorang yang tak lain adalah Malik. Akhirnya aku mengambil buku itu dan merangkulnya sembari mencari buku yang lain. Setelah aku, Refi dan Antony selesai membeli buku akhirnya kita kembali meneruskan perjalanan kita menuju tempat ice cream. Toko ice cream yang di dalamnya menjual berbagai jenis ice cream tepatnya di sebelah barat mall Pakuwon.
          Perjalanan kita begitu menyenangkan saat itu, hingga pada akhirnya si Antony terpaku pada salah satu buku yang aku beli. Yaitu kamus kedokteran. “Hei Zit, untuk apa kamu membeli buku tentang kedokteran?.” Tanya Antony dengan penasaran. “Ciele, lu gak tau aja, ya buat di baca dong.”Jawabku kepada Antony sambil bercanda. “ye... tau Zit, tapi beneran deh gue juga penasaran tuh buku buat siapa sebenarnya?.” Si Refi mulai mengajukakn pertanyaan yang sama kepadaku perihal buku itu. “Ada deh..” ungkapku sambil tertawa geli. Semua itu aku lakukan karena aku tidak ingin mereka tau bahwa sebenarnya buku itu untuk Malik. Aku khawatir nanti mereka semakin menggojloki aku dengan dia dan juga aku juga khawatir nanti mereka akan berpikir yang macem-macem. “Ah jadi repot nanti. Lebih baik aku merahasiakannya saja” ucapku dalam hati. Seraya mengalihkan pembicaraan ke lain topik.
         
Sesampainya di asrama akupun menaruh buku-buku yang telah aku beli di laci kamarku. Dan segera bergegas untuk menghubungi Malik saat itu. “Malik, hei. Assalamualaikum. Hari ini bisa ketemuan di depan asrama gak? Aku ada hal nih sama kamu. Penting banget. Bisa gak?. Itulah isi pesan yang aku kirimkan kepadanya. 1 menit kemudian pesan itu sudah terbalaskan “Waalaikum salam, bisa. Saya sudah di depan asrama.” Pesan dari Malik baru aku baca. Akupun kaget, karena dia hanya membutuhkan waktu satu menit untuk membalas dan melakukannya. “ah memang benar-benar aneh dia.” gumamku dalam hati. Akupun segera bergegas, mengambil kerudung selobokan Rabbani dan mengambil buku yang telah terbungkus dengan plastik warna hitam. Sehingga buku tersebut tidak nampakk oleh seseorang. Terpenting adalah tidak ketahuan dari kedua teman dekatku si Refi dan Antony.
Dari balik pintu gerbang asrama aku telah melihat sosok seorang pemuda berpakaian biru tosca dan kopiah putih bercorak dengan celana panjang hitam sedang berdiri di depan gedung asrama. Yah biasalah si Malik memang suka berdiri tepat di depan tembok asrama bukan di samping pintu gerbang. Katanya sih itu lebih nyaman untuk ngobrol. “Malik...” panggilku kepadanya sambil melambaikan tangan. Dia hanya menoleh dan melambaikan tangannya juga kepadaku. Akupun menghampirinya. "Nih“ buat kamu.” Ucapkuu seraya memberikan plastik hitam itu kepadanya. “itu buku tentang kedokteran. Aku sengaja membelikannya kepadamu ketika aku berada di toko buku kemaren dan melihat buku itu. eits, tapi ada syaratnya. Jangan kasih tau ke siapa-siapa ya perihal buku ini karena Refi dan Antony kepo sama buku ini buat siapa. Ok” jelasku panjang kali lebar kepadanya. “AH, gak mau deh. Ngapain kamu repot-repot belikan aku buku ini?” tanyanya balik kepadaku. “gak apa. Kamu kan sudah sering tuh belikan aku buku  nah sekarang giliran aku membelikan kamu buku. Gak apa lah sekali-kali. dan kamu harus menerimanya. No payment.” Ucapku kepadanya dengan wajah sedikit judes. “Duh, oke dah. Merpotkan nih aku. Terima kasih banyak ya. Aku bawa bukunya.” Akupun mengiyakan dengan angukan dan senyuman kepdannya seraya tetap berdiri di sana sambil melihat bayangan dia semakin menghilang dari pandanganku saat itu di depan pintu gerbang itu.
Ah hari itu begitu indah bagiku. Mungkin karena aku telah bisa sedikit membalas jasa kebaikan yang telah dia berikan kepadaku. Yah setidaknya akupun tau aku juga begitu sangat menyayanginya seperti aku menyayangi sahabat-sahabatku si Refi dan si Antony. “eh tapi mengapa aku merasa sedih?” tanyaku dalam hati. Tanpa terasa air mata ini telah mengalir satu titik di pipiku. Ah Tuhan, aku begitu alay sepertinya saat itu, atau mungkin karena sebuah perpisahan antara aku dan dirinya sudah di depan  mata?. “Huffttt..” akupun mengehla nafas panjang seraya segera pergi memasuki asrama kembali.
Sesampainya di kamar, aku langsung mengambil diaryku. Aku mulai menulis semua isi hati yang sedah dipenuhi dengan kebahagiaan yang alami. Kebahagiaan yang belum aku miliki sebelumnya. Itu hanya karena dia. sosok dialah yang menjadi penghias kebahagiaanku itu. bukan karena cinta karena pada saat itu aku tidak menyukai ada kata cinta diantara pertemanan ataupun persahabatan dalam duniaku.  Mari akan aku ceritakan sedikit sinopsis perihal diaryku itu. Aku memiliki hobi menulis.
Menulis kisah kasih cerita indah dan bahagia yang aku alami tapi tidak kisah sedih karena aku takut ketika tiba saatnya untuk membaca ulang tulisanku itu, aku khawatir akan ada kesdihan di dalamnya. Dan aku tak ingin itu terjadi. Sungguhaku tak ingin itu terjadi karena bagiku biarkanlah kesedihan itu hanya terjadi hanya pada saat itu bukan saat ini. itulah prinsipku. Makanya tak banyak seseorang mengira aku selalu bahagia akan tetapi sebenarnya tidak itu hanya karena aku telah berhasil mengarsipkan cerita sedih yang pernah terjadi dalam hidupku.

16 Juli 2015, aku tak melihat bayanagn Malik berkeliaran di area sekolah saat itu. aku kebingungan sendiri mencarinya karen akau tak berani untuk menanyakan kepada teman-temannya perihal dia. aku hanya sibuk meneliti satu persatu orang yang lewat dihadapanku secara teliti dan bahkan di sekelilingku juga. sungguh saat itu aku berisau. Setelah aku memberikan buku itu di depan asrama adalah terakhir aku tidak menghubungi dia lagi apalagi mengirimkan pesan kepadanya karena aku dan dia memang begitu hanya ngobrol atau kirim pesan kalau ada perlunya saja.
“Ya Allah Malik kemana ya? Lindungilah malik ya Allah..” ujarku dalam hati. Di sela-sela pikiranku tertuju penuh kepada Malik, tiba-tiba ada seseorang yang memegang pundakku dengan hati-hati. Akupun terkejut dan mulai membuka mataku secara cepat dan melotot ke deoan dengan perasaan curiga dan penasaran siapa sih yang ada di belakangku saat itu. saat itu aku memang sedang duduk sendirian di trotoar jalan halaman sekolah. Aku mulai mencoba membalikkan badanku dengan sedikit menatap ke tanah melihat bayangan itu. Dari bayangan itulah aku telah menemukan jawaban siapakah gerangan tersebut. dan akhirnya aku segera menoleh dengan cepat dan sigap. Aku temukan senyuman indah di sana. Seraya berkata, "Hi Zita, selamat pagi J."

Sekian
Chapter 1